Seribu waktu telah berlalu di sini. Di sudut bumi indah berpasir ini. Dan kesendirianku bukanlah kesunyian. Ramainya keceriaan anak-anak negeri ini dari generasi yang silih berganti senantiasa menemani. Satu dua dari mereka sangat akrab denganku, mereka yang senantiasa bermain menghabiskan waktu di bawah bayang-bayang dahanku sambil menemani ibu-ibu mereka berjualan di gubuk-gubuk sepanjang pantai ini. Kebahagiaanku beserta mereka ketika kaki-kaki mungil mereka berlari seakan menari di atas hamparan butir pasir, menyambut deburan ombak. Kegembiraan mereka yang dengan tangan-tangan mungilnya membangun istana pasir yang indah berkilau di bawah mentari sore hari. Ah! Betapa malaikat-malaikat cilik itu telah berhasil menghiburku dengan pancaran hatinya yang bersih dan suci.

Seribu peristiwa telah kusaksikan di sini. Kesedihan dan kebahagiaan silih berganti. Kedukaanku bersama air mata mereka saat meratapi kehilangan yang dicinta, yang telah dengan cepatnya pergi tergulung arus ke kedalaman samudera. Kebahagiaanku bersama mereka, para pecinta yang berbagi kasih mesra. Kedukaanku bersama mereka, yang menangis mencurahkan beban kehidupan ke dalam riuhnya deburan ombak saat sejuta butirnya pecah menghantam karang. Kebahagiaanku menemani mereka, yang dalam bayangan senja merenungi “kemana hidup ini mengarah?” dan menekuri satu rahasia kehidupan: betapa dibalik segala kejadian kehidupan –bahkan suatu musibahpun—terdapat kebaikan yang secara halus hadir. Sedih dan sukacita berputar terus dalam roda waktu. Sampai pada akhirnya nanti.

Seribu angin telah mengunjungiku disini. Mereka berkisah tentang seribu peristiwa kehidupan yang dibawanya dari balik kaki langit. Dari ribuan jarak di seberang samudera. Kisah tentang negeri-negeri yang dipenuhi amarah, dendam dan kebencian yang membinasakan segala. Kisah tentang kebiadaban nafsu kekuasaan yang dengan penuh angkara mencabut jutaan jiwa keluarga dan anak-anak tak berdosa. Seribu kisah dari benua tanpa air yang panas kerontang dan anak-anak yang mati kelaparan.Dan menangislah aku dalam isak yang tiada dapat engkau dengar.

Seribu waktu berlalu. Akan datang seribu waktu yang baru. Kesendirianku bukanlah kesunyian, karena wajah-wajah baru dengan kisah-kisah baru akan selalu menyapaku. Apa yang bisa kuberikan kepadamu, hanyalah keindahan dalam kesederhanaan dahan dan rantingku. Dan berharap kesederhanaan ini dapat menyadarkanmu untuk menjaga keindahan dan kedamaian negeri ini. Sehingga tak menjadi tempat penuh derita seperti seribu kisah yang dibawa oleh seribu anak angin kepadaku.

Pelabuhan Ratu, Desember 2002