Anti-Tesis Urban Surrealism (in Photography)?

Oleh:  Alva F.P. Sondakh (9358)    16 tahun yang lalu

  0 

Salam…

Saya tertarik dengan topik Urban Surrealism yang dibuka oleh Maria Kartika di Forum Street Photography.
Unfortunately, pembahasan yang ditawarkan kayaknya terfokus pada Surrealisme saja, dengan menempatkan Urban hanya sebagai setting.
Sekarang saya coba “membaca” kembali Urban Surrealism tersebut. Apakah nanti akan terbentuk sebuah antitesis, atau tesis yang mendukung, saya belum tahu.

Ok, let’s speak of Surrealism. Menurut artcyclopedia.com, Surrealism is a style in which fantastical visual imagery from the subconscious mind is used with no intention of making the work logically comprehensible.
Dari situ terlihat bahwa surrealism adalah sebuah gaya dalam seni (visual, dan literature, karena foundernya juga seorang penulis). Gaya ini memanfaatkan penampakan - penampakan seperti-mimpi (dreamlike) dari alam bawah sadar, sehingga karya - karya yang dihasilkan tidak logis/rasional.
Dalam seni visual, hal ini direpresentasikan oleh simbol, ikon, atau tanda - tanda visual yang "aneh", yang seakan - akan hanya ada di dunia mimpi. Dalam seni sastra (writing, literature), hal ini direpresentasikan oleh majas - majas, perumpamaan2, yang kadang - kadang tidak terhubung satu sama lain. "Alice in Wonderland" bisa menjadi salah satu contoh sastra surrealist.

Lanjut, masih dari artcyclopedia.com
Founded by Andre Breton in 1924, it was a primarily European movement that attracted many members of the chaotic Dada movement. It was similar in some elements to the mystical 19th-century Symbolist movement, but was deeply influenced by the psychoanalytic work of Freud and Jung.

Sebelum ke psikonalitik Freudian, kita mampir ke Dada movement.
Dada menurut artcyclopedia.com : Dada was a protest by a group of European artists against World War I, bourgeois society, and THE CONSERVATIVISM OF TRADITIONAL THOUGHT. Its followers used absurdities and non sequiturs to create artworks and performances which defied any intellectual analysis. They also included random "found" objects in sculptures and installations.
Terlihat disini, yang mendasari Dada movement (which evolved into Surrealism) adalah semangat protes/pemberontakan terhadap PD I, kaum bourgeois, dan pemikiran - pemikiran tradisional. Penggunaan absurditas sudah mendahului surrealism yang menggunakan absurditas mimpi.
Semangat - semangat protes itu bisa dikatakan sebagai yang juga mendasari Surrealism. Pemberontakan terhadap "the real"?

Speaking of "the real", sekarang kita lanjut ke Freud.
Tentang Freud, dari Internet Encyclopedia of Philosophy,
Freud was arguably the first thinker to apply deterministic principles systematically to the sphere of the mental, and to hold that the broad spectrum of human behaviour is explicable only in terms of the (usually hidden) mental processes or states which determine it. Thus, instead of treating the behaviour of the neurotic as being causally inexplicable - which had been the prevailing approach for centuries - Freud insisted, on the contrary, on treating it as behaviour for which is meaningful to seek an explanation by searching for causes in terms of the mental states of the individual concerned. Hence the significance which he attributed to slips of the tongue or pen, obsessive behaviour, and dreams - all, he held, are determined by hidden causes in the person's mind, and so they reveal in covert form what would otherwise not be known at all. This suggests the view that freedom of the will is, if not completely an illusion, certainly more tightly circumscribed than is commonly believed, for it follows from this that whenever we make a choice we are governed by hidden mental processes of which we are unaware and over which we have no control.

sederhananya gini, sebelum Freud, apa yang "real", "natural", atau dalam kata Freud "behaviour" itu serta - merta, tak terjelaskan, otonom, arbitrary, etc. Tapi menurut Freud, dibalik yang "real", "natural", dan "behaviouristic" itu ada hubungan sebab akibat, ada sebab - sebab yang tersembunyi, ditekan selama beberapa waktu.
Misalnya, anda "menjadi" laki - laki atau perempuan itu hanyalah kebiasaan dari kecil. Orang tua mengajari/membiasakan anda untuk jadi laki - laki atau perempuan sesuai dengan kelamin yang anda miliki. Jika anda diajar/dibiasakan menjadi perempuan padahal kelamin anda laki - laki, maka anda "menjadi" perempuan. Tidak percaya?
Banyak contohnya kok.

Jika dihubungkan dengan gaya Surrealis, bisa dipahami bahwa kaum surrealist mencoba untuk mencari kembali elemen - elemen yang tersembunyi itu, yang mendasari sesuatu yang "real" kemudian memunculkannya setara dengan yang "real". (Kalau berbicara pencarian kembali, anda akan berbicara soal Nietzsche, Derrida & Dekonstruksi, Deleuze & Rhizome...my god, ternyata banyak ya..)


Sekarang, ke "Urban"...
seperti yang saya tulis di atas, sangat disayangkan kalau urban itu hanya dijadikan sebagai sebuah setting.
saya sendiri tidak bisa memberikan referensi soal urban, tapi saya akan berikan my personal thoughts on urban, berhubung saya arsitek yang sering baca - baca soal urban.
istilah urban itu muncul di peradaban "barat", kurang lebih muncul di kongres urban planning di Harvard Design School tahun 60-an. Di Indonesia sendiri, urban itu kayaknya kurang cocok (i'll get back to that later). Urban muncul dari keinginan segelintir orang yang ingin menyatukan Architecture, Landscape, dan City Planning. Sebelum kongres ini, yang ada hanyalah City/kota atau village/desa, tidak ada urban, suburban, atau rural.

Urban sendiri bisa dipahami sebagai sebuah kondisi gaya hidup yang serba cepat, profit oriented, full with 9-to-5-workaholic-people, tight rules, etc.
di Indonesia, urban tidaklah seperti yang ada di "barat" sana. Kondisi urban di New York (misalnya), sangat jauh dengan kondisi urban Manado (misalnya). Kondisi urban kota besar seperti New York sudah memiliki ciri - ciri yang sangat kuat (very distinctive), beda dengan kondisi urban Manado yang masyarakatnya masih membawa ciri - ciri kampung/desa (slow pace, high tolerance, etc) dalam kehidupan sehari - hari.
Jadi walaupun dua - duanya City/Kota, tapi dalam kondisi Urbannya, mereka sangat jauh berbeda.
Tapi yang unik, di Indonesia, ada desa/kampung yang memiliki kondisi Urban yang sama kuat dengan kota. Bisa terlihat dari gaya hidup yang sudah sangat menyerupai kota, walaupun ukuran, dan letak kampung yang jauh dari kota.

kemudian ada juga namanya Suburban...
sekarang di "barat" lagi berkembang yang namanya Edge-City, dimana daerah - daerah yang dulunya SubUrban (tempat pekerja - pekerja Urban tinggal), justru menjadi sebuah kota mandiri yang jauh lebih berkembang dari Core-City nya. Dan istilah suburban sendiri sudah mulai ditinggalkan karena hal ini.
Di paris pernah terjadi kekacauan karena kondisi suburban yang terlalu menjurang dengan kondisi urban nya.
di Indonesia kayaknya belum banyak yang seperti ini.


setelah sekian panjang, lalu bagaimana bagaimana dengan Urban Surrealism?...
saya pikir, itu bisa menjadi sebuah pergerakan yang menyentuh banyak sisi kehidupan, bukan hanya sisi artistik. Itu bisa menjadi sarana buat protes terhadap gaya hidup urban yang terlalu mendewakan konsumtivisme. Itu bisa digunakan untuk menyatakan bahwa kondisi urban yang "real" itu hanyalah ilusi. Kondisi yang punya banyak hal - hal yang ditekan, disembunyikan. Misalnya, masih adanya budaya ngumpul - ngumpul (yang bawaan dari kampung), atau kebiasaan melihara burung, atau hal - hal non-profit-oriented lainnya, etc.


anti tesisnya? tepat pada Urban Surrealism nya!! Tidak seperti yang ditawarkan Maria Kartika dimana Urban hanya sebagai setting/objek, dia justru harus menjadi subjek utama, dan surrealisme menjadi objek pelaksananya.
"a Surrealism of Urban", not just "a Surrealism in Urban setting".


nah kalo gini, everything is a lot simpler in photography..
Kita tidak dibatasi oleh foto - foto aneh menyerupai mimpi (kalo mau dibatasi, main aja di pure surrealism, walau dengan demikian semangat surrealism nya sudah hilang), tapi kita justru bebas - bebas aja dalam menangkap Urban yang sudah Surrealistic, tidak terikat apapun.


maaf agak panjang, kalo ingin tahu memang harus gini.
kalo anda tertarik, anda tidak akan keberatan.
all comments are welcome,
cheers,
Alva

Belum ada komentar